anak cerminan orangtua

Anak Adalah Cerminan Orangtua

Seorang teman bercerita, dia memiliki anak ABG yang sangat susah diatur dan malah maunya ngatur. Disuruh malah balik nyuruh, dilarang malah dilakukan. Galaknya melebihi ibunya. Kalau sedang emosi, tidak jarang si anak membanting barang yang ada di sekitarnya hanya untuk menumpahkan rasa marahnya.

Si ibu pun gak kalah emosinya. Sang ibu merasa tidak dihargai sebagai orangtua. Dengan suara keras dipanggilnya anak itu sambil marah-marah dan meminta si anak membereskan apa yang dia kacaukan sambil mulutnya ngomel ga berhenti, menyalahkan si anak dan menasehati panjang lebar. Tanpa pilihan, si anak HARUS melakukan yang ibunya perintahkan. Dengan perasaan yang masih marah dan bibir menahan geram, sambil menangis si anak buru-buru membereskan barang yang dikacaukannya setelah itu langsung masuk kamar dan klik! Kamar dikunci! Sampai menjelang malam si anak tidak mau keluar kamar.

Suasana rumah sangat tegang setiap si anak “kumat”. Hari-hari selalu diisi dengan keributan ibu dan anak ABG-nya. Tidak jarang si ABG berkata “Ibu mah suka sok tau, padahal belom tentu benar.”

Terkadang, saat sang ibu sedang menasehati anaknya yang bungsu, maka si ABG akan langsung menyela, “Ngajarin tuh bukan cuma pake teori, contohin dong.” Dan biasanya si ibu akan menjadi marah karena merasa dilecehkan atau tidak dihargai.

Kejadian seperti itu berlangsung lama sampai suatu ketika si ibu bertemu dengan salah seorang temannya yang meminta si ibu untuk berkaca, untuk melakukan refleksi diri. “Anak adalah cerminan lingkungan dan lingkungan terdekat anak kamu yah kamu! Jadi, cobalah introspeksi diri dan ubah cara kamu berbicara dengan si ABG,” demikian katanya.

Awalnya si ibu tidak mau terima karena merasa kok malah temannya memojokkan dia. Dia juga membela diri dengan berkata bahwa si bungsu gak seperti kakaknya, tuh nurut-nurut aja, dan lain sebagainya. Seringkali saat berdoa si ibu menangis. Dia menangis dan berpikir kenapa anaknya seakan membangkang terus? Kenapa si ABG tidak ada respeknya sama sekali? Padahal aku kan ibunya?

Sampai akhirnya dia mengalah, dia menekan egonya saat berdebat dengan si ABG. Dia mulai mendengarkan si ABG, si ABG mulai merasa dihargai. Dulunya setiap kali si ABG memberikan pendapat sering ditentang oleh ibunya karena seringnya pendapat si ABG memang sok tau dan tidak jarang si ibu merasa sedih dan marah karena si ABG terkesan tidak menghargai ibunya, sering menganggap si ibu tidak tau apa-apa dan bisanya cuma ngatur. Setiap perbedaan pendapat akan selalu diakhiri dengan keributan.

Sejak si ibu mulai mengubah dirinya, lebih mau mendengarkan si ABG (walaupun panas hatinya, dada rasanya bergolak mau marah), namun tetap dengan lembut dia berkata, “Iya nak.. lalu apalagi pendapatmu?”

Awalnya si anak terlihat senang dan bangga. Mungkin dia berpikir, “Tuh kan akhirnya Ibu ngaku bahwa aku yang benar.” Tapi lama kelamaan si ABG merasa bahwa si ibu sudah tidak seperti dulu, si ibu sudah lebih banyak mengalah, mau mendengar pendapatnya dengan sabar dan malah enak diajak diskusi. Saat itulah dia merasa dihargai dan sejak saat itu hubungan ibu dan anak menjadi lebih baik

=====================
Pernahkah melihat atau mengalami hal seperti di atas? Orangtua menganggap anaknya bermasalah, pembangkang, tukang ngelawan ortu, gak sopan, dan cap-cap negatif lainnya. Dan tanpa sadar kita mencap anak kita negatif semua!

Ingat, ucapan seorang ibu sama dengan doa.

Maka ketika kita selalu mengucap hal negatif tentang anak kita, maka itulah yang akan terjadi. Sebaliknya, ketika kita berpikir baik tentang anak maka seperti ada energi/vibrasi positif yang memancar dari diri kita menyentuh ke diri anak. Walaupun mungkin saat itu si anak masih belum stabil dan masih suka marah, namun si anak merasakannya dan lambat laun energi negatifnya akan berubah menjadi energi positif, sehingga tanpa sadar akan mengubah perilaku negatifnya menjadi perilaku yang positif.

Tidak perlu jauh-jauh mencari bantuan orang lain untuk bisa mengubah anak kita menjadi lebih baik, karena “obatnya” ada di dalam diri kita sebagai orangtua.

 

Della Rosa
0855.7535.999

Student of Indonesian Academy of Psychotherapy, Counseling & Coaching